SadEnding, I'm Happy Cerpen Karangan: M. Andhika Pratama Kategori: Cerpen Korea. Lolos moderasi pada: 2 June 2017. Suatu hari, di sebuah ruangan terlihat seorang wanita cantik sedang memainkan piano dengan sangat indah. Ia memainkan lagu bertajuk "A Song Of Joy" karya Ludwig Van Beethoven.
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Dan akhirnya saya telah sampai, bahkan melewati beberapa hal yang saya anggap keputusan-keputusan ini, tapi tidak untuk mengamankan diri. Kuputuskan untuk pulang setelah melewati pertimbangan yang cukup panjang dan ternyata tidak matang, membawa kecemasan untuk diri sendiri, dan "mungkin" membuat risih orang-orang sekitarku - tentu terkecuali ibu dan tiba dengan rasa cemas yang menggunung, padahal beberapa belas jam sebelumnya kecemasan ini masih mampu kubungkus rapat-rapat dengan perencanaan-perencanaan yang telah kubuat sebelum berangkat, semisal otak yang harus kupastikan tetap aktif mengawasi kalau-kalau tanganku bergerak baik itu disengaja maupun refleks. Juga bagaimana mensiasati aktivitas-aktivitas seperti ke kamar mandi, bagaimana nantinya jika hendak berjemur yang katanya baik untuk daya tahan tubuh, makan dan cuci piring sendiri hingga menentukan cara tidur yang akan selalu kubarengi dengan niatan meminimalisir resiko. Di luar dari hal-hal seperti itu, kupastikan akan lebih banyak diam. Tak lupa kuingatkan pada diri sendiri agar berpikiran yang sewajarnya bangunan perencanaan itu runtuh setiba dirumah saat terpaksa harus menahan diri mencium tangan bapak dan mencium kening ibu sebagai legitimasi bahwa lanangnya benar-benar telah pulang dimasa peceklik ini. Tiba-tiba saja pikiran akan resiko-resiko tumpah, dan tak terbendung hanya oleh sekedar berpikir astaga, kabut tebal serasa memenuhi mataku. Berdiri beberapa meter sebagai tanda mengatur jarak, Bapak menghajarku dengan sorot yang tajam seolah Ia mendapati luapan perasaan yang kukepal, sedang Ibu, dengan senyum tersimpul mendekat lalu kutampik dengan mengambil beberapa langkah ke belakang. "Ya Tuhan, saya membahayakan mereka" batinku meringis. Tak ada mungkin menuju kamar mandi membersihkan badan dan mencuci baju yang kukenakan sesuai protokol pencegahan. Apalagi di batas Desa tadi, pasukan gugus tugas telah menghujaniku - bukan menyemprot - cairan disinfektan yang sebenarnya belum jelas apakah itu baik untuk kesehatan. Setelahnya masuk kamar mengamankan kamar. Seperti biasa setiap kutinggalkan, akan selalu kujumpai kamar ini dalam keadaan nyaris tanpa debu sebutir pun. Ibulah yang rutin membersihkannya, meskipun di rumah hanya ibu dan bapak, ruangan yang kurang lebih 2x3 meter ini tak pernah luput dari perhatian mereka."Wooww dan selamat datang lagi, Bung! wahahaha!" seolah disambut girang oleh kursi, meja baca, kasur, lemari, botol-botol minuman keras yang dijadikan hiasan. 1 2 3 4 Lihat Cerpen Selengkapnya
12K cerita. Sortir berdasarkan: Populer. # 1. Transmigrasi | | Dua Jiwa Satu Raga oleh Hellow. 415K 57.1K 50. Berlian Alea, gadis mageran tetapi memiliki banyak potensi. Alea terlibat dalam sebuah kecelakaan lalulintas di negeri tempat tinggalnya. Namun bukannya bertemu tuhan, j Lengkap.
Cerpen Karangan Irdandi Yuda PermanaKategori Cerpen Kehidupan, Cerpen Sedih Lolos moderasi pada 9 December 2021 Kala itu, matahari bersembunyi dibalik tebalnya Stratocumulus hingga mengakibatkan siang yang seharusnya panas terik menjadi sedikit mendung. Satu hal yang ada di pikiran pada hari yang melelahkan adalah pulang ke rumah sembari menelentangkan tubuh di atas kasur lembut murahan yang didapat Kodi dari sunday sale toko furnitur di ujung kota. Seraya melewati polusi suara dan udara di sepanjang jalan, Kodi merasakan sesuatu di saku celananya, bersumber dari getaran ponselnya. Kodi terlalu lelah untuk berhenti dan mengambil ponselnya, sehingga ia mengabaikannya dan ingin terus melaju hingga sampai di rumahnya. Namun, ponsel itu terus bergetar dalam perjalanannya, niat awal untuk mengabaikannya menjadi terusik oleh kerisihannya. Akhirnya ia memberhentikan kendaraan dan menjawab panggilan itu. “6 missed calls from Damar” Tertera di layar ponselnya dibarengi notifikasi panggilan dari Damar. Damar adalah rekan kantornya, ia tidak terlalu dekat dengannya akan tetapi mereka sering mengobrol mengenai urusan pekerjaan. “Di, kamu dimana? sudah tujuh kali ditelepon tidak dijawab” sebelum Kodi berkata-kata, Damar sudah mendahului. “Ada apa?” jawab Kodi. “Kuswan Di, Kuswan meninggal!” lanjut Damar. “Hah?” ucap Kodi penuh rasa heran. Butuh waktu beberapa detik untuk akhirnya Kodi dapat mengeluarkan kata-kata. “Yang benar saja! Siang tadi aku dan Kuswan masih mengobrol biasa masa tiba-tiba meninggal” sanggah Kodi, yang masih mengelak kabar tidak mengenakkan itu. “Kodi, sekarang bukan waktu untuk berdebat! lebih baik kamu pergi ke rumah duka! aku dan yang lain akan sampai disana sebentar lagi.” lalu panggilan itu diakhiri Damar. Kodi membeku, ia masih memproses kabar yang mampet di pikiran itu karena masih tidak mau mempercayainya. “Duh, kenapa harus di hari yang melelahkan seperti ini, sial!” ujar Kodi dengan nada kesal. Rumah Kodi berada di sisi barat kota, sementara rumah Kuswan di sisi timur, daerah perbatasan antara tengah kota dan ujung kota, sehingga Kodi harus memutar balik. Di perjalanan menuju rumah Kuswan, pikiran Kodi bercampur aduk tidak karuan. Ia sangat lelah dan sangat ingin pulang, Kodi masih tidak ingin menerima kenyataan bahwa rekan kantornya telah tiada. Ia sangat berharap semuanya hanya halusinasi akibat rasa lelahnya saja. Tetapi Kodi sudah cukup dewasa untuk menyadari bahwa dunia tidak selalu sesuai dengan apa yang dipikirkannya. Pikirannya terus berputar-putar, sehingga perjalanan menuju rumah Kuswan seolah terasa sangat jauh. Ia sungguh kebingungan mengenai apa yang akan dilakukannya saat telah sampai disana, akibat rasa kesal, lelah beserta kabar yang datang tiba-tiba membuat pikirannya kebingungan dan seolah kesedihan adalah sesuatu yang asing untuk dirasakan dalam kondisi seperti ini. Sementara itu, kendaraan roda duanya terus melaju hingga akhirnya sampai di depan pekarangan rumah teman karibnya yang meninggal itu. Saat tiba, Kodi tidak merasa sedih, juga tidak merasakan duka sama sekali. Mungkin akan banyak yang berpendapat bahwa Kodi merupakan seorang psikopat yang tidak merasakan emosi. Akan tetapi kenyataannya tidak demikian. Bagi Kodi, ia sedang diliputi rasa bingung, batinnya sedang mengalami getaran dan terguncang sehingga ia tidak dapat bersikap normal. Perlahan, rasa takut dan gugup timbul dalam batin Kodi. Takut akan reaksi dan pandangan orang akan dirinya yang tidak menampakkan kesedihan dan duka. Kodi kini sudah didepan pagar rumah temannya, mematung tidak bergerak. Ia berniat pulang dan datang lagi setelah temannya dikuburkan, tetapi urung niatnya itu karena sosok dibelakangnya tiba-tiba menepuk pundaknya seraya menyapanya. “Kodi, ayo masuk!” ujar sosok itu yang ternyata adalah Damar. “Tunggu, masuknya bareng saja.” Ucap Kodi dengan nada penuh keraguan. “Loh, kenapa? Bukannya kamu sering kesini? kok takut begitu?” ucap Damar dengan penuh keraguan pula. “Ya, sekalian saja. Kukira kamu kesini bareng orang-orang kantor, eh malah datang sendiri.” Ucap Kodi yang bersyukur di saat batinnya tengah gugup, masih sanggup memikirkan alasan yang dikiranya logis agar temannya tidak curiga. “Rencananya begitu. Tapi waktu di jalan ban mobil Rio bocor. Ali dan Warto ikut bantu bawa ke bengkel, lalu aku disuruh datang kesini duluan.” Lantas, Damar dan Kodi masuk ke rumah sahabatnya yang telah tiada itu. Mereka sama-sama sahabat karib Kuswan, sama-sama bekerja di satu kantor. Satu-satunya perbedaan keduanya adalah pada wajah Damar terpancar kedukaan, sementara Kodi tidak. Hal itu membuat Kodi tambah terguncang sembari melangkah masuk rumah duka. Suasana rumah itu begitu gelap dengan sinar-sinar putih yang menyilaukan dari jendela. Semuanya berduka. Istrinya, anak-anaknya, keluarganya hingga Damar yang mulai meneteskan air mata dan bersendu. Teringat akan temannya yang banyak membantu itu. isak tangis, suara-suara penuh pilu dan penyesalan. Gerak gerik tangan mengusap air mata berkali-kali, layaknya penyeka kaca yang membersihkan kaca mobil agar pandangan tetap jelas. Kodi mendengarkan dalam-dalam dan mencoba menghayati suara-suara dan isak tangis kedukaan itu, kendati demikian tetap saja rasa duka belum menampakkan diri di dalam batinnya. Rasa cemas dan takut yang menyelimuti juga tidak membantu sama-sekali untuk mengundang rasa sedih akan kehilangan. Adik Kuswan, Watiastri tidak dapat menahan rasa pilunya atas kepergian kakaknya itu. Pipinya basah oleh air mata, matanya sembab akibat tak hentinya menangis. Anak-anak Kuswan, dan kerabatnya yang lain juga tak berbeda kondisinya saat itu. Namun yang membuat Kodi benar-benar terenyuh adalah saat melihat istri Kuswan, Elmira. Wajahnya tak luput dari pancaran rasa duka, layaknya anak-anak, adik dan kerabat Kuswan yang lain. Akan tetapi, Kodi terfokus pada Elmira yang memiliki pribadi tegar, keras dan sangat berpendirian, dimana sebelumnya pernah merasakan kepedihan yang pahit saat mereka mendapati bahwa bayi di dalam kandungannya gugur saat lahir, tetap tegar dan tidak terbenam dalam arus kesedihan mendalam. Kini, dengan mata yang semakin melebam, seolah-olah air mata yang menetes tidak ada habisnya. Beserta isak tangis yang semakin lama terdengar semakin semu dan sendat. Tubuhnya tampak lemah, tetapi tidak pingsan. Jantungnya serasa memompa arus kesedihan yang deras mengalir alih-alih darah agar tubuhnya tetap bertahan. Itu merupakan pemicu awal yang membangkitkan sedikit rasa duka pada diri Kodi, Jika orang yang tegar seperti itu dapat tenggelam dalam rasa duka, kenapa ia tidak bisa? Pertanyaan itu muncul dipikirannya, dan terus menusuk batinnya yang bingung itu. Hal itu menumbuhkan rasa sedih pada dirinya. Kenangan tentang temannya itu lalu mulai memenuhi pikiran Kodi, layaknya perahu yang terbawa arus deras. Air mata-nya pun mulai menetes deras, membasahi pipinya yang sebelumnya kering, akibat debu-debu lalu lintas di perjalanan. Kenangan-kenangan itu tak hanya melewati pikirannya, namun juga bersemayam sesaat, seolah-olah ia merasakan kembali masa-masa lampau tersebut bersama temannya itu. Kini, ia sudah berada di depan jenazah Kuswan. Mata Kodi terpaku pada kakinya, pandangannya serasa terkunci dan tidak dapat menoleh bebas. Kodi sengaja, ia tidak kuat untuk melihat wajah temannya itu untuk terakhir kali, walaupun di lubuk hatinya yang terdalam berkata lain. Ia bahkan tidak tahu harus merasakan bahagia karena akhirnya dapat merasakan duka atau merasa sedih karena temannya sudah berkurang satu, atau dengan kata lain satu-satunya teman dekatnya sudah pergi meninggalkannya. Perasaan ambivalen itu juga lah yang membuatnya tersadar bahwa kehidupan di dunia ini sungguh sangat singkat, untuknya yang sedari dulu menyia-nyiakan hidup dengan ketidakpedulian. Suara mesin motor yang khas itu membangunkan Lily yang sebelumnya hanya setengah tidur. Di malam yang kelabu, tidak ada rasa takut dan cemas akan suara kedatangan di depan rumahnya kala itu, karena suara motor itu sangat familiar baginya. Suara mesin motor itu pastilah bersumber dari milik suaminya yang sudah dikendarai selama setengah dekade. Kala itu suaminya tidak mengetuk pintu, Lily merasa heran namun dengan gesit ia bukakan jalan masuk rumah itu untuk suaminya. Kodi hanya terdiam sebentar saat pintu akhirnya dibuka, lalu tiba-tiba memeluk istrinya. Pelukan itu perlahan berangsur menjadi erat, rasa bingung semakin mengepul pada pikiran Lily, kenapa gerangan suaminya tiba-tiba memberi pelukan di malam hari? Namun ia memilih untuk tetap diam dan membalas pelukan itu dengan kehangatan. Tak terasa sudah berapa menit mereka berpelukan, sesaat sebelum Lily membuka mulut, Kodi melepaskan pelukan. Kehangatannya kini telah hilang, hanya ada rasa kelam. Kodi lalu masuk rumah dan berangkat ke meja kerjanya tanpa sepatah kata. Pintu kemudian ditutup Lily, kebisuan Kodi seperti menular kepada dirinya, ia juga merasa tidak ingin memulai percakapan. Lily melihat Kodi di meja kerjanya, meja itu terdapat di ujung ruangan kamar tidur mereka. Biasa digunakan Kodi untuk menyelesaikan sisa pekerjaan atau untuk sekedar membaca dan melihat langit. Ia mencoba melepaskan kebisuan dengan menyapa sang suami namun tidak ada jawaban. Lalu mendekati dan menepuk pundaknya, namun tetap tak ada jawaban. Jantungnya hampir berhenti berdetak, namun ia tetap mencoba tenang. Saat menyalakan lampu kamar akhirnya ia sadar bahwa suaminya itu tertidur. Saat itu ia berpikir bahwa Kodi bekerja terlalu keras, sehingga tiba di rumah dalam keadaan sangat lelah. Lily menjadi bimbang kala itu, tega kah ia membangunkan suaminya untuk berpindah tidur ke tempat tidurnya atau tega kah ia mengganggu istirahat sang suami yang sungguh kelelahan. Sembari memutuskan, Lily membereskan meja suaminya dengan hati-hati agar tidak menimbulkan suara yang dapat membangunkan tidur. Meja itu tidak terlalu berantakan, hanya terdapat secarik kertas dan sebuah bolpoin berwarna tosca yang sering digunakan suaminya. Awalnya, ia tidak merasa ada sesuatu yang aneh. Kiranya secarik kertas itu berisi hal-hal penting yang harus dikerjakan Kodi, karena suaminya memiliki kebiasaan mencatat hal-hal penting setiap harinya sebagai pengingat. Namun, kertas itu adalah kertas buku biasa, yang bentuknya tidak karuan pertanda bahwa telah dirobek sembarang. Kodi biasanya menggunakan kertas khusus untuk menuliskan hal-hal penting, dan kertasnya selalu rapi. Perasaan tidak tenang kembali menyelimuti Lily, malam itu sudah tiga kali ia diestrum kecemasan. Dengan perlahan dan penuh penasaran ia mengambil kertas itu dan mencoba mengamatinya. Secarik kertas itu berisi tulisan tangan dengan noda-noda basah bekas air mata. Setelah membaca dengan perlahan dan fokus, ia akhirnya dapat menghembuskan nafas dengan lega, isinya memberi jawaban keanehan tingkahnya pulang kemarin. Ia lalu membangunkan suaminya dan mengantarkannya ke kamar tidur, setelah itu ia duduk termenung di meja kerja suaminya. Bersandar dengan menggenggam secarik kertas itu, lalu membaca dengan pelan dan samar-samar, sembari menangis. Ia tidak mengetahui apakah itu air mata kesedihan, ataukah air mata haru. Namun yang ia ketahui, air mata itu mengandung empati, layaknya makna dari tulisan pada kertas itu, sebuah puisi yang dibuat suaminya, entah untuk dirinya sendiri atau untuk keluarganya atau untuk siapa lagi. Namun yang ia ketahui, kesedihan itu dapat menular. Namanya adalah “empati”. Tentang Kematian Betapa anehnya, sekian detik lalu tidak ada rasa apapun, Saat bertelepon pun tak ada perasaan menggoyahkan sedikitpun. Tapi kenapa? Saat didepan mata, dikelilingi isak tangis. Hanya butuh beberapa detik untuk terjun dalam arus tangisan dan kepedihan. Air mata mengalir terus menerus, bendungan pun dirasa tidak cukup kuat Menahan derasnya aliran emosi. Sungguh, semua hal itu sebenarnya manusiawi. Namun, bagaimana bisa? Bagaimana bisa hanya butuh sekian detik, tanpa rasa apapun tiba-tiba terbawa Isak tangis? Apakah ini yang namanya empati? Cerpen Karangan Irdandi Yuda Permana Blog / Facebook Irdandi Yuda Permana Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 9 Desember 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpen Tentang Kematian merupakan cerita pendek karangan Irdandi Yuda Permana, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" Share ke Facebook Twitter WhatsApp " Baca Juga Cerpen Lainnya! " Balik ke Ibu Oleh Halub Seisi rumah tersusun rapi, buku-buku terlihat bertandang pada tempatnya, lampu belajar pun tak menyinari meja, dia padam untuk sementara waktu, akan ada masanya dia akan menyala dan bekerja. Kursi-kursi Toga di Pusaramu Oleh Jum'at Tuniah Adzan subuh membangunkanku dari tidurku. Bergegas aku mengambil air wudhu dan menyegerakan salat subuh. Biasanya aku sudah terbangun sebelumnya. Tapi kali ini aku bangun sedikit lebih terlambat dari biasanya. Aku Menyayangimu Kak Part 2 Oleh Siti Mariyam Kak Nico basah kuyup pulang sekolah hari ini karena kehujanan. Andai ia tidak bermain lebih dulu bersama teman-temannya pasti ia bisa pulang tanpa kehujanan. Ia melepar dengan asal sepatu Dua Sahabat Part 2 Oleh Bambang Winarto “Pak Polisi tolong borgolnya dilepas sebentar saja, saya ingin memeluknya.” Pak Polisi membuka borgolnya setelah memperoleh isyarat dari Pak Kapolsek. Mereka bertatapan mata, dan secara bersamaan mereka maju berpelukan. Sebuah Nama, Sebuah Misteri Oleh Gatut Putra Hari ini memang bukan hari yang indah untukku. Aku harus merelakan kepergian sahabat baruku, Cheryl Putri. Hujan air mataku mengiringi kepergiannya. Aku tidak kuat untuk mendampinginya pergi ke sana. “Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?” "Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan loh, bagaimana dengan kamu?"
Tidakada hal yang membahagiakan jika berbicara tentang kematian. Kita ditinggalkan oleh orang-orang yang kita cintai, meninggalkan kita dalam kesedihan dan penderitaan. Ada banyak kisah menyedihkan tentang mereka yang ditinggal mati. Dan mungkin orang selalu berpikir, bahwa mereka yang ditinggalkan kematian adalah orang-orang yang paling menderita.
Cerpen Karangan Faiqotul MunirohKategori Cerpen Cinta Sedih Lolos moderasi pada 22 June 2016 Pagi ini tidak bersahabat, langit yang biasa terlihat indah dengan sinar mentari indahnya, tiba-tiba enggan membagikan sinarnya pada bumi. Sehingga tampak mendung yang disertai gerimis. Membuat hati ini semakin redup seakan alam turut merasakan kesedihanku. Satu minggu yang lalu saat aku ingin masuk kelas, tiba-tiba terjadi sesuatu padaku yang tidak terduga. Kepalaku terasa sakit, tidak aku sadari tetesan darah keluar dari hidungku, dan tiba-tiba aku sudah ditemukan tergeletak dengan tidak sadarkan diri. Ketika perlahan ku membuka mata, asing, aneh, bingung yang ku rasakan dengan ruangan itu. Kutanyakan pada diriku sendiri, “Di manakah aku” dalam batinku. Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki yang semakin lama, suara itu mendekat padaku. Ternyata sosok itu adalah kekasihku yang paling aku sayangi. “Hai Ra, kamu sudah sadar.” Sapanya halus “Aku ada di mana sekarang?” Tanyaku “Kamu sekarang ada di rumah sakit.” Jawabnya singkat “Kenapa aku bisa ada di sini, ada apa denganku?” aku terus bertanya-tanya “Tiga hari yang lalu sewaktu di kelas kamu tidak sadarkan diri, kamu mengalami koma tiga hari.” “Kenapa bisa seperti itu, apa yang terjadi padaku Van?” Tanyaku dengan terkejut Ketika pertanyaanku keluar, tiba-tiba wajah Revan terilhat berubah. Dia sedih sampai tidak sadar meneteskan air matanya, dan entah apa yang dia tangisi sehingga aku juga merasa bingung. “Aku berharap saat kamu mendengar semua ini tidak terkejut dan sedih. sesungguhnya kamu di Diagnosa terkena kanker Otak staidum akhir.” Jawabnya dengan kesedihan yang terihat di wajahnya Seketika aku terkejut dengan jawabannya, tapi aku tidak ingin melihatnya semakin bersedih karena keadaanku seperti ini. Aku berpura-pura untuk terlihat tenang di depannya seakan-akan tidak terjadi apapun padaku. Tapi sesungguhnya saat itu hatiku sangat hancur, pikiranku kacau. Serentak aku menyuruhnya keluar dari ruangan penuh dengan bau obat-obatan. Dan setelah dia keluar, tetasan air mata sudah tak kuat kutahan sampai akhirnya membasahi pipiku. Aku sangat sedih karena penyakit itu terlihat ganas, tapi apalah daya penyakit ini sudah menyatu dengan tubuhku. Tidak tahu aku masih bisa bertahan berapa lama lagi, jika aku boleh meminta aku ingin hidup lebih lama lagi dengan orang yang aku sayangi. Setelah satu minggu aku berada di rumah sakit, aku pulang ke rumah diantar Revan, dengan perasaan yang sama. Sesampainya di rumah, aku langsung merebahkan tubuhku di ranjang tempat tidurku. Di situ aku mengambil buku kumpulan semua curhatku. Buku diary itu pemberian dari kekasihku Revan, aku menulis 12 September 2009 Dear Allah Apakah aku masih bisa merasakan kehidupan yang lebih lama dengan orang-orang yang ada di dekatku. Aku tidak ingin melihat Revan bersedih karena ku Tuhan. Aku sangat sayang padanya, aku ingin merasakan hidup bersama dalam satu keluarga dengannya, aku tidak ingin berpisah, aku ingin selalu bersamanya. Sebelum aku berpisah dengannya, apakah aku boleh pergi ke tempat faforit kami Tuhan. Aku siap diambil nyawaku, tapi setelah aku pergi bersamanya. Tuhan aku ingin membuatka sebuah lagu, tapi tangan ini sudah tidak berdaya. Sepertinya tenagaku terkuras habis, tubuhku semakin lemas, dan sepertinya aku juga ingin berbaring dan tidur di tempat tidurku. Tapi sebelumnya aku ingin mengucapkan kata “I Love You Revan.” Fara Mungkinkan diary itu terakhir yang aku tulis, karena aku merasa hidupku sudah tidak lama lagi, dan disisa umurku ini aku ingin membuat orang-orang yang aku sayangi bahagia. Aku tidak ingin mereka terpuruk karena kepergianku nanti. Aku mencoba untuk tegar dan kuat dihadapan mereka, mungkin melalui penyakit ini aku bisa lebih dekat dengan mereka. Mungkin ini memang sudah jalan terbaik untukku. Walaupun Revan sudah mengetahui penyakit yang aku derita, dia tetap sayang dan cinta padaku. Sore itu Revan datang ke rumahku, tanpa menunggu lama dia masuk ke kamarku tapi melihat aku sudah tergeletak di lantai tidak sadarkan diri. Revan pun langsung membawaku ke rumah sakit. Seandainya tidak ada Revan waktu itu, mungkin aku sudah tidak bias melihat dunia yang indah ini lagi. Saat itu keadaanku sudah sangat buruk dan mungkin ini juga pertemuan terakhir dengan mereka. Karena setelah aku sadar beberapa menit, aku kembali tidak sadarkan diri dan koma. Angin menderu keras membelai apa saja yang ditemuinya. Membuat gorden putih ruanganku terombang-ambing terkena desahan nafasnya. Menebarkan aroma embun semerbak yang melayang-layang memenuhi ruanganku dan dengan beraninya menerobos. Pelahan aku membuka mata melihat semua orang yang aku sayangi ada di sekelilingku, termasuk kekasih yang aku cintai. Mereka terlihat senang saat aku membuka mata dari empat hari koma. Aku menahan sakit di hadapan mereka, memang aku tidak ingin melihat mereka sedih. Walaupun aku nantinya tidak jadi menikah dengan Revan, setidaknya aku sudah pernah merasakan kasih sayang dari Revan. “Mungkin aku pergi terlalu pagi, maaf aku pergi mendahului kalian. Tapi aku tidak bisa mengingkari takdirku, mungkin ini bukti kalau aku disayang oleh Tuhan. Aku sayang sama Ibu dan buat kamu Revan kekasihku, kamu jangan pernah hapus rasa cintamu padaku, karena aku juga akan membawa cinta kita sampai nanti aku tidak ada. Aku sangat menyayangi kalian,” Dan kata perpisahan itu terucap dari mulutku “Kamu tidak akan meninggalkanku Ra, aku percaya kalau kamu masih bisa sembuh. Jadi percayalah kalau kamu masih bisa hidup bersama keluargamu. Kemarin kamu bilang mau pergi ke pantai, yang dulu tempat awal jadian kita.” Ucap Revan dengan tersenggak-senggak menahan air matanya keluar “Revan, aku tidak akan pergi meninggalkanmu. Aku hanya ingin tidur sebentar saja, nanti kamu bisa bangunkan aku. Jadi Revan jangan menangis lagi ya.” Jawab Fara dengan meneteskan air mata Beberapa menit kemudian kebahagiaan itu pun hanyut dalam tetsan air mata. Tepat pada pukul 1100 pagi itu aku menghembuskan nafas terakhirku. Tapi, disitulah aku menemukan kebahigaanku kembali yang sempat terhanyut dalam lautan kesedihanku. Aku hanya berpesan pada Revan, jangan pernah menyerah. Aku di sini akan tetap cinta dan sayang padamu selamanya. Selesai Cerpen Karangan Faiqotul Muniroh Facebook Padamu Fanya Sayank Cerpen Cinta Berakhir Kematian merupakan cerita pendek karangan Faiqotul Muniroh, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" Share ke Facebook Twitter WhatsApp " Baca Juga Cerpen Lainnya! " Menunggumu Oleh Qoylila Azzahra Fitri Mataku menerawang entah ke mana. Pikiranku kosong, benar benar kosong. Aku melamun sangat lama. Aku penasaran dengan siswa baru yang akan mendatangi kelasku. Semoga laki laki. Yah, inilah aku, Yang Terlupakan Oleh Van Nusantar Berlari dari kenyataan pahit yang telah terpatri, membuatku menjadi sosok yang tak pernah aku mengerti. Rasa sesal ini, melekat erat bersemayam di dasar hati. Andai saja dosa itu tak Bertahan Sendiri Oleh Tasya Aulya R. Tak ada lagi kerlip di matamu. Tak ada lagi senyum penuh kehangatan di bibirmu. Dan tak ada lagi… Genggaman erat pemberi semangat darimu. Haruskah sekarang? Tak bisakah nanti? Saat I’m Sorry Oleh Dewi kurniawati Kriiinggg “kara bangun alarmmu sudah berbunyi nak sholat subuh dulu” sudah kutebak itu pasti ibuku, “iya bu kara bangun” dengan langkah berat dan mata yang masih setengah terbuka aku Putaran Oleh Muran “lalu mengapa kamu membawa ku kesini?” Suaranya terdengar di antara deruan angin saat senja itu, memecah kediaman ku selama beberapa saat “hmm, aku tau kamu tau..” “tau apa?” Aku “Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?” "Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan loh, bagaimana dengan kamu?"
Mungkindi mata orang lain, kematianku adalah hal yang tragis dan menyedihkan, tapi untukku, kematian ini adalah kematian terindah, karena dengan kematian ini, aku dapat memeluk erat kekasih hatiku, separuh dari nyawaku, orang yang paling aku cinta, Andika Satria, dan kini aku tak akan melepasnya lagi.. Cerpen Karangan: Anteng Maya Surawi
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Sebuah tulisan umumnya terdiri dari bagian pembuka, isi, dan penutup. Dalam sebuah cerpen, bagian penutup disebut atau bagian akhir sebuah cerpen bisa menjadi hal yang sangat penting bagi bagus atau tidaknya sebuah cerpen. Ending yang bagus dapat mengangkat sebuah cerpen menjadi berkategori bagus cerpen bisa menjadi begitu istimewa karena endingnya yang memukau atau mencengangkan. Ending yang demikian bisa memberi efek yang terus mengiang-ngiang di benak demikian ada sebuah cerpen yang terasa kurang lengkap karena endingnya yang terkesan tergesa-gesa, gagap, dan menukik tajam. Ending yang demikian bisa mengesankan sebuah cerpen yang belum selesai digarap prematur.Jika menulis cerpen merupakan sebuah seni, maka mengeksekusi atau menentukan ending juga merupakan sebuah seni. Seperti apa ending yang akan dibuat oleh seorang cerpenis pada cerpen yang sedang dibuatnya dipengaruhi oleh pengalaman sang cerpenis. Semakin banyak jam terbang dalam menulis cerpen, maka ia akan semakin terampil dalam menentukan ending sebuah ending yang biasa dibuat oleh seorang cerpenis diantaranya adalah yang mengejutkanMembuat ending yang mengejutkan dapat dikatakan tidak mudah, namun bisa dilatih. Dengan terus berlatih menulis cerpen dengan ending seperti ini, maka akan semakin mengasah kemampuan jenis ini mempunyai daya tarik yang sangat besar bagi pembaca. Efeknya bisa mencengangkan. Cerpen yang sepertinya biasa-biasa saja bisa menjadi cerpen yang luar biasa dengan ending yang mengejutkan. Salah satu contoh cerpen dengan ending jenis ini adalah cerpen berjudul “Seragam” Karya AK Basuki yang dimuat di Kompas 12 Agustus EndingOpen ending atau ending terbuka memberi kesempatan kepada pembaca untuk memikirkan kelanjutan cerita. Hal itu karena meskipun cerpen sudah ditutup tetapi seperti masih ada kelanjutan ceritanya. Efek yang diberikan kepada pembaca bisa berupa sebuah misteri, pertanyaan, ambigu, dan sebagainya. Cerpen “Anjing-anjing Menyerbu Kuburan” karya Kuntowijoyo menjadi sebuah contoh cerpen dengan ending jenis ini, khususnya memberi efek ambigu pada EndingClose ending atau ending tertutup merupakan jenis ending yang memberi akhir sebuah cerita tanpa menyisakan pertanyaan lagi. Jika membuatnya tepat, ending jenis ini pun bisa menawan jenis ini bisa diisi dengan suasana syahdu, menyentuh, mengesankan, dan mungkin hanya terdiri dari satu paragraf, tetapi ending bisa sangat mempengaruhi keutuhan sebuah cerpen. Mengingat pentingnya peran ending ini, maka membuatnya harus dengan jeli dan hati-hati. Selamat mengeksekusi ending!Salam Kompasiana!Banyumas, 11 Oktober 2012 Lihat Catatan Selengkapnya
Sebuahpeti yang terkubur. Kematian. Matikah aku? Mendadak aku merasakan rasa takut dan sesak yang amat sangat di dalam tempat ini, seperti penderita klaustrofobia yang panik kehabisan udara. Anjing! Buka petinya! Kudorong, kutinju, kutendang-tendang sembarangan sampai peti mati terkutuk itu berudarakan debu, tetapi tidak ada yang terjadi. Sia-sia.
Saatkeluar aku berencana marahin kakak karena ketukannya yang begitu memusingkan kepalaku. tapi, saat aku membuka pintu.. aku kaget setengah mati "KAKKAKAK belom pakai seragam?????"tanyaku setengah marah
Kasimbertanya pada Juhri yang sedang duduk di atas jok motor sambil memainkan HP. Pertanyaan barusan bukan pertama kalinya yang pernah dilontarkan Kasim. Ia kerap mengajak orang bicara tentang kematian sampai orang-orang perlahan menghindarinya, termasuk para tukang ojek yang memangkal di tempat itu. Hanya Juhri yang dianggap mampu meladeni pertanyaan Kasim tanpa merasa bosan.
Tibatiba saja jantungku berdegup kencang, kata kematian terasa terngiang-ngiang di telingaku. Entah kenapa aku semakin ketakutan, takut akan kematian, takut akan kehilangan. Peganganku semakin aku kuatkan ke pinggang Bayu, aku peluk pungungnya dan aku sandarkan wajahku ke sana.
Duacerpen inilah yang paling kuat mewakili tema tentang kematian. Sementara cerpen lain meski tak mengangkat tema tentang maut, namun setting yang disuguhkan tak jauh dari ajal, kematian dan mayat. Cerpen tersebut adalah ?Rumah Makam? (Putu Fajar Arcana), ?Para Ta?ziah? (Ratna Indraswari Ibrahim), ?Panikov? (Laban Abraham), ?Malaikat Kecil?
Akusudah mencoba mengendalikan mobil itu tapi tak dapat mencegahku untuk terjerumus ke jurang kematian itu. Berjam-jam aku tak sadarkan diri di dalam mobil yang keadaannya sudah rusak parah menerjang pepohonan sekitar. Tubuhku sudah penuh dengan darah dan aku seperti sedang ada di tengah kematian dan kehidupan.
Umumnyacerita berakhir dengan hal-hal yang tidak disukai, misalnya kematian, kegagalan, atau kehilangan. Tidak banyak cerita yang menggunakan ending jenis ini karena memang tidak banyak pembaca yang menyukainya. Namun, jika dieksekusi dengan baik, cerita dengan sad ending justru bisa mendatangkan kesan tersendiri bagi pembaca. 4. Question Ending
oFN62. mlb84qk832.pages.dev/145mlb84qk832.pages.dev/10mlb84qk832.pages.dev/99mlb84qk832.pages.dev/703mlb84qk832.pages.dev/859mlb84qk832.pages.dev/979mlb84qk832.pages.dev/265mlb84qk832.pages.dev/286
cerpen sad ending kematian